Kamis, 19 April 2012

Berpikir Deduktif dan induktif



A. Deduktif
Kata deduksi atau deduktif berasal dari kata Latin deducere (de yang berarti ‘dari’, dan kata ducere yang berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’). Dengan demikian kata deduksi yang diturunkan dari kata itu berarti ‘menghantar dari sesuatu hal ke sesuatu yang lain’. Deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Proses berpikir yang deduktif dapat dibedakan melalui beberapa corak berpikir deduktif, yaitu : – Silogisme kategorial adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. – Silogisme hipotetis adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. – Silogisme disjungtif atau silogisme alternatif, dinamakan seperti ini karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengadung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan.. – Entimem, yang berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti “simpan dalam ingatan”. – Rantai deduksi, merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk-bentuk yang informal

B. Induktif
Induksi memiliki pengertian yaitu menurunkan suatu kesimpulan, penulis harus mengumpulkan bahan-bahan atau fakta-fakta terlebih dahulu.
Penalaran Induktif pada dasarnya terdiri dari tiga macam yaitu :

Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamata atas sejumlah gejala(data) yang bersifat khusus, serupa,sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum.
Macam-macam generalisasi :
aGeneralisasi sempurna Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contoh: sensus penduduk
b. Generalisasi tidak sempurna Adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Sebagian Masyarakat Indonesia menyukai transportasi Udara.
Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2 (Gorys Keraf, 1994 : 44-45), yaitu :
1. Tanpa Loncatan Induktif Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali. Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.
Contoh : Sari suka makan bakso.Louise suka makan bakso. Arisuka makan bakso. Dapat disimpulkan bahwa ketiga anak tersebut sukamakan bakso.
2. Dengan Loncatan Induktif Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan.
Contoh : Niko suka bermain gitar. Ria suka bermain piano. Nina suka bermain biola. Dapat disumpulkan bahwa anak-anak komplek Pelita suka bermain alat musik.
Sumber : Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia